Rafiqi_tualang
Tuhanlah yang memimpin setiap langkah hidup kita .. baik saat suka maupun duka .. saat senang maupun sedih... saat santai maupun kerja .. pimpinan Tuhan itulah yang menyegarkan jiwa kita, menyukakan hati kita .. karena itu tidaklah kita layak untuk mengeluh... karena tangan kita senantiasa dipegang teguh oleh Tuhan... Marilah kita serahkan segala kekuatiran dan pengharapan hati kita pada Tuhan... biarlah kiranya jiwa kita berteduh dalam naungan kasih Tuhan...
Jumat, 28 Februari 2014
Entah sejak kapan judul di atas menjadi ungkapan yang ngetrend di Aceh. Tetapi sejak lama saya sudah dan cukup sering mendengar petikan kalimat tersebut.
Terakhir, ketika seseorang membela “perwakilan” Aceh yang mengikuti ajang Ratu Sejagad. Dalam wall facebooknya pemilik akun mengucapkan selamat karena rekannya tersebut berhasil menembus tujuh besar meski gagal meraih selempang kemenangan. Keikutsertaannya berakhir dengan kontoversi. Pada malam puncak, finalis tersebut tidak mengenakan kerudung lazimnya perempuan di Aceh bahkan tampil dengan pakaian terbuka.
Diskusi hangat pun meluncur. Banyak yang memuji dan memberikan dukungan namun banyak pula yang menghujat serta menyayangkan keputusan finalis tersebut.
“Kenapa masalah banget sama jilbab?? Cut nyak dhien kan juga ga berjilbab perasaan aku. Belum tentu kita jauh lebih baik dari orang yg sedang kita hujat sekarang” Tanggapan pemilik akun menjawab kritikan sejumlah komentator.
Agak menggelitik memang tentang ungkapan Cut Nyak Dien tidak berjilbab. Kalimat tersebut seakan menjadi pembenaran jika Cut Nyak tidak berjilbab maka sah sah saja jika pada era modern seperti sekarang ini, perempuan Aceh juga tidak menutup aurat.
Lalu benarkah Cut Nyak tidak menutup aurat ?
Jika membaca literatur yang ada, sulit sekali menemukan potongan kalimat yang menegaskan apakah Cut Nyak berjilbab [menutup aurat] atau tidak. Foto dan gambar yang ada malah menunjukkan sosok Cut Nyak Dien tanpa penutup kepala. Cut Nyak digambarkan sebagai sosok perempuan berkonde. Bahkan Foto milik Belanda juga menampilkan sosok Cut Nyak Dien yang tua renta, tertunduk dengan rambut putih yang tidak sempat disisir. Namun dalam foto itu pula Cut Nyak berselimut selendang [ija sawak] panjang yang menutupi tubuh nya yang mulai ringkih. Berkembang kabar foto tersebut memang sengaja diambil oleh Belanda untuk menurunkan marwah Cut Nyak Dien.
Hingga kini belum ada foto atau gambar yang menampilkan wajah Cut Nyak Dien dikala muda. Namun dari banyak tulisan dan catatan yang ada, Cut Nyak dikenal sebagai sosok pejuang yang rela mati membela agama nya. Bahkan semangat Jihadnya tersebut tidak saja menyelimuti dirinya namun juga mampu ditransfer kepada para pejuang lain. Tidak ada yang memungkiri semangat jihad Cut Nyak Dien.
Bahkan Buya Hamka saja pernah menunujukkan kekagumannya atas keteguhan Cut Nyak Dien.
Pikirkanlah dengan dalam..! Betapa jauh perbedaan latar belakang wanita Aceh 358 tahun yang lalu itu dengan perjuangan wanita zaman sekarang.
Christine Hakim pemeran Cut Nyak Dien pernah mengaku jika dirinya membutuhkan waktu panjang untuk memahami dan mengenal sosok Cut Nyak. Bukan perkara mudah memerankan pejuang seperti Cut Nyak. Sosok yang kewibawaan dan ketaatannya kepada Tuhan begitu besar.
Dalam film tersebut digambarkan bagaimana Cut Nyak Dien menyerbu pasukan Kaphee Penjajah dengan gagah berani. Sekali lagi dia adalah perempuan! Tidak ada guratan ketakutan dari wajahnya. Yang ada penjajahlah yang takut dengan semangat Cut Nyak Dien hingga akhirnya ia harus dibuang ke luar Aceh.
Ketika diasingkan ke Sumedang Jawa Barat pada tanggal 11 Desember 1906, Cut Nyak Dien dirawat oleh K.H sanusi. Beliau adalah seorang ulama Masjid Agung Sumedang yang memperoleh gelar penghulu. Penunjukkan K.H Sanusi sebagai orang yang merawat Cut Nyak dilakukan langsung oleh Bupati Sumedang kala itu, yakni pangeran Aria Suria Atmaja.
Setelah wafatnya K. H Sanusi pada tahun 1907, Cut Nyak Dien dirawat H. Husna dan Siti Khodijah yang merupakan anak dan cucu K.H Sanusi. Hanya dengan merekalah Cut Nyak Dien berkomunikasi. Bahasa yang digunakan pun bahasa Arab, karena Cut Nyak Dien tidak bisa berbahasa masyarakat Sumedang begitu pula sebaliknya.
Selain dikenal fasih berbahasa Arab, Cut Nyak Dien juga memiliki pemahaman keislaman yang baik. Meski kala itu Cut Nyak Dien tidak mampu melihat, namun dirinya masih tetap mengajar Al Quran kepada Ibu Ibu warga Sumedang. Sehingga Cut Nyak Dien mendapat julukan ibu perbu atau Ibu Ratu. Sementara warga setempat menyebutnya sebagai Ibu Suci.
Lantas jika seseorang yang sudah tidak mampu melihat tapi masih bisa mengajar Alquran untuk orang lain, bukankah dia seorang Hafidzah alias penghafal Quran?
Setali tiga uang dengan Buya Hamka, saya juga turut mempertanyakan, mungkinkah seorang mujahidah dan penghafal Alquran seperti Cut Nyak Dien masih berdebat dan mempersoalkan pasal menutup aurat? Bukankah itu menjadi topik kecil dalam jalan hidupnya disaat dirinya malah rela diterjang peluru kaphee Belanda. Dan wajarkah jika pejuang mulia sekaliber Cut Nyak Dien disandingkan dengan finalis pencari selempang atau mereka yang enggan menutup auratnya?
Kalaupun benar Cut Nyak memang tidak menutup aurat, Kenapa malah dia yang harus menjadi rujukan? Bukankah rujukan terbaik itu adalah Al-Quran? Tapi saya yakin persoalan menutup aurat adalah perkara kecil baginya. Bukan karena kecil lantas diabaikan. Tapi kecil karena ada urusan yang lebih besar yang harus dikerjakan.
Malu rasanya jika kita tidak bisa berdiri sebanding dengan nya tapi mencoba melakukan pembenaran dengan mengatakan “Cut Nyak Dien saja tidak berjilbab”. Kalimat sampah yang diucapkan agar kita dapat melenggang karena nafsu dan kebodohan.
Minggu, 23 Desember 2012
‘’ ASAL USUL KERAJAAN ISLAM PEUREULAK ‘’ SERTA LAHIRNYA MONISA DALAM LINTASAN SEJARAH BANGSA ABAD KE – XV
Puji syukur tertentu kepada allah SWT. Yang tiada sekutu bagiNya serta tiada beranak dan
diperanakkan.
Shalawat dan sejahtra semoga
dilimpahkan kepada JUNJUNGAN KITA NABI MUHAMMAD SAW. Yang di utus oleh
allah untuk mengajar manusia berbudi luhur dan berakhlak tinggi dan semoga dilimpahkan pula pada sahabatnya dan
keluarganya yang telah bersungguh-sungguh untuk berjuang dalam mengembangkan
ajaran islam ke seluruh pelosok dunia.
Maka dalam rangka memperkenalkan MONISA ini yang lebih luas lagi bagi masyarakat umum dalam kawasan ASIA TENGGARA. Dan sesuai dengan animo
masyarakat dari dari dalam dan luar daerah bahkan ada dari luar negeri yang
berkunjung ke kompleks pembangunan MONISA
sedikit mengalami kesulitan untuk member penjelasan dan keterangan kepada para
tamu karna ketikadaan pedoman tentang ini (
Kata sekretaris / Yayasan MONISA_ M. ARIFIN, BA ).
PENGERTIAN
ISTILAH
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami istilah-istilah
yang terdapat dalam risalah ini, perlu diberikan penjelasan seperlunya. Adapun
istilah-istilah yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
01. MONISA
02. DALAM
03. LINTASAN
04. SEJARAH
05. BANGSA
06. PAYA – MEULIGAU
07. BANDAR – KHALIFAH
08. KECAMATAN PEUREULAK
09. KABUPATEN ACEH TIMUR
10. DAERAH ISTIMEWA ACEH
01. MONISA
MONISA -
Adalah singakatan dari Monumen Islam
Asia Tenggara.
Sedangkan pada rencana semula MONISA ini merupakan suatu istilah yang direncanakan oleh PANITIA SEMINAR SEJARAH ACEH. Provinsi
Daerah Istimewa aceh Yaitu : MONUMEN ISLAM ACEH. Tetapi dalam
seminar sejarah masuk dan berkembangnya islam di nusantara yang di adakan tahun
1980 di rantau kuala simpang dan di hadiri oleh tokoh-tokoh ahli sejarah dunia
dan Asia Tenggara. Dan hasil seminar memutuskan supaya MONISA diartikan dengan MONUMEN
ISLAM ASIA TENGGARA.
02. DALAM
DALAM - Adalah curam, tidak dangkal
tetapi yang dimaksud disini mendalami yaitu hendaknya mengetahui
sedalam-dalamnya.
03. LINTAS
LINTAS - Adalah menurut kamus kecil
Indonesia yaitu lalu dengan kencang atau melalui boleh diartikan juga masuk
kedalam ( hati, pikiran, rasa dsb ).
04. SEJARAH
SEJARAH - Adalah artinya asal usul
sisilah atau pengertian lain hikayat yang menceritakan peristiwa-peristiwa di
masa lampau.
05. BANGSA
BANGSA – Adalah jenis, sekelompok
orang yang sama asal dan bahasanya, Seperti kita bangsa Indonesia, sama tanah
air yaitu tanah air Indonesia.
06. PAYA MEULIGAU
PAYA MEULIGAU – Yaitu nama satu desa
yang terletak dilokasi tempat didirikan bangunan-bangunan MONISA Termasuk wilayah Kecamatan Peureulak, Asal kejadian paya
meligau ialah sebuah istana ( Mahligai
) turun kedalam paya, kemudian berubah menjadi sebuah desa.
07. BANDAR KHALIFAH
BANDAR KHALIFAH – Yaitu suatu
pelabuhan tempat khalifah islam ALMAKMUN
BIN HARUNURRASYID tahun 173 H/790 M,
mendarat di suatu tempat di peureulak, yang kemudian dengan nama ini menjadi nama
pusat ibu kota Kerajaan Islam Peureulak di tahun 225 H = 840 M.
08. KECAMATAN PEUREULAK
KECAMATAN PEUREULAK – Yaitu suatu
nama wilayah Kecamatan Kabupaten Aceh Timur sebab diberi nama dengan peureulak.
Menurut
keterangan dalam kitab IDHARUL HAAQ
karangan ABU ISHAQ AL-MAKARANI
Menjelaskan bahwa.
“ Sebelum
zaman islam di Bandar Peureulak sudah banyak diperdagangkan sejenis batang kayu
bernama bak kayei peureulak, terkenal keluar daerah bahkan luar negeri seperti
Cina, Hindia, Persi, Dan Arab, Guna bahan tersebut untuk membuat kapal dan
perahu sehingga para pedagang selalu menyebut-nyebut peureulak dan akhirnya
berubah menjadi nama suatu negeri.
09. KABUPATEN ACEH TIMUR
KABUPATEN ACEH TIMUR – Adalah sebagian
dari Provinsi Aceh yang terletak dibagian timur Provinsi Aceh dan ibukotanya
Langsa.
10. DAERAH ISTIMEWA ACEH
DAERAH ISTIMEWA ACEH – Adalah sebagian dari Negara Republik
Indonesia yang terletak dibagian utara Sumatra.
ASAL
USUL PENDUDUK
Bila ditinjau secara histories penduduk daerah sini berasal
dari rumpun melayu, kemudian dating penduduk baru yang berasal dari Persi,
Arab, India, Cina dan Eropa, Mereka dating dalam rangka mengembangkan
perdagangan tetapi ketika islam telah berkembang di tanah arab, Persi dan india
muslim berubah menjadi penda’wah Islamiah.
Dan kemudian sekarang menjadilah suku aceh, yang sulit
ditentukan dari mana asalnya, hanya dapat diduga dari bentuk tipe wajahnya
masing-masing dan warna kulitnya. Mengenai mata pencaharian penduduk di
kecamatan tersebut terdiri dari Petani, Nelayan, Pedagang, Pengusaha Dll.
‘’ ASAL USUL KERAJAAN ISLAM PEUREULAK ’’
Berbicara tentang asal usul kerajaan
Islam Peureulak, Terlebih dahulu harus diketahui tentang nama peureulak itu
sendiri dari manaaaa……. ??
Menurut keterangan ABU ISHAQ AL-MAKARANI dalam kitabnya : Idhatul Haaq Fimamlakatil Peureulak Mengatakan :
‘’ Negeri Peureulak suatu negri yang tertua di SUMATRA, yang namanya tinggal tetap dan tidak
berubah-rubah sepanjang abad, dan sudah terkenal dikalangan musafir yang lalu
beserta para pedagang dunia yang beroprasi di SELAT MALAKA seperti bangsa Cina, Arab, Persi, Hindustan, Italia,
Portugis Dll, Kemudian para pedagang di daerah ini banyak membeli kayu
peureulak untuk dijadikan bahan perahu dan sehingga akhirnya negeri ini
diberikan nama pohon kayu itu yaitu PEUREULAK.
‘’ PEUREULAK MENJELANG DATANGNYA ISLAM
’’
Negeri Peureulak yang jauh sebelum
dating islam, sudah punya kontak langsung dengan pedagang-pedagang CIna, Arab,
Persi Dan Hindia, Mereka ini tertarik karna BANDAR PEUREULAK yang merupakan pelabuhan dagang yang bebas dan
saat itu sangat maju penjualan kayu peureulak kepada orang-orang luar untuk
mereka jadikan bahan pembuat perahu, kapal dan kebutuhan lain seperti perabot
dan alat rumah tangga. Hal tersebut telah termasyur kemana-mana dan akhirnya
nama daerah kayei peureulak berubah menjadi nama suatu negeri yaitu : NEGERI PEUREULAK.
Kemudian para pedagang dan pengembara
sebelum ‘’ ZAMAN ISLAM “ yang dating
dari Cina, Arab, Persi, Hindustan, Italia, Portugis Dll, melalui selat malaka
dan mereka singgah di pelabuhan daerah kayei peureulak, Dan terus mereka
menyebutkan pelabuhan yang mereka singgah itu dengan ‘’ BANDAR PEUREULAK “.
Jauh sebelum zaman islam, bahkan di
zaman prasejarah disepanjang pantai sejak di kuala simpang, Langsa, Peureulak,
Idi, Julok, Dan Simpang Ulim sepanjang yang diketahui juga terdapat bukti-bukti
tentang adanya manusia-manusia prasejarah seperti terdapatnya bukit-bukit kapur
dan alat-alat kapak genggam.
Kemudian negeri peureulak dikatakan
salah satu negeri tertua di Sumatra dan sebelum zaman islam negeri yang
terletak antara negeri salasari da Aru telah mempunyai pemerintah sekalipun
sangat sederhana. Selanjutnya dengan kedatangan pangeran salman dari Persia,
kerajaan tersebut lebih disempurnakan lagi karna telah mempunyai raja yang
bergelar ‘’ MEURAH “, kira-kira sama
dengan ‘’ MAHA RAJA ‘’, dan
peristiwa ini terjadi di tahun 670 M.
Para
pedagang Cina, Arab, Persi dan Hindia,
banyak diantara mereka yang menjadi penghuni atau penduduk di daerah-daerah dagang
seperti di daerah Peureulak dan sehingga mereka telah bergaul sampai kemudian
mereka menjadi penduduk asli di daerah tersebut.
-
Abu Ishaq
Al-Makarani ‘’ kitab Idharul Haaq Fimamlakati Peureulak
Salinan Tahun 1966._
‘’ PEUREULAK DIBAWAH DINASTI SASSANID ‘’
Sebelum zaman islam, disaat jaya-jayanya kemaharajaan Persia
dibawwah pimpinan para ‘’ KISRA ‘’ darri dinasti Sassanid. Pada suatu ketika
terjadilah perebutan kekuasaan dikalangan bangsawan persi, maka salah seorang
putra mahkota dari istana Sassanid bernama pangeran salman tepaksa meninggalkan
tanah airnya menuju benua bagian timur, mengikuti sebuah kapal layar bersama
para pedagang yang pergi berniaga ke asia tenggara dan timur jauh.
Kapal layar yang membawa pangeran salman dan
pedagang-pedagang asia Persia, disaat melayari selat malaka singgah di
pelabuhan negeri jeumpa ( Bireun ) dan setelah kapal itu berlayar kembali
menuju ke timur jauh, ternyata pangeran salman tidak mengikuti rombongan lagi
dan dia tinggal di Negeri jeumpa tersebut, pangeran salman yang kulit putih
kuning perawakannya tinggi semampai gagah dan berwibawa, dan sudah terpaut
hatinya dengan putrid jelita dari istana negeri jeumpa putrid mayang seludang
namanya.
Kemudian setelah beberapa lama pangeran salman berada
disitu, lalu bermufakat dengan istrinya untuk ikut berlayar dengan
pedagang-pedagang Hindia menuju ke daerah timur jauh demikian juga dengan tuan
putrid juga tidak keberatan untuk ikut asalkan ayahanda mengizinkannya. Lalu
oleh pangeran yang gagah itu datang dan sembah menghadap ayahanda dan ibunda
suri, serta menyampaikan maksud dan tujuan untuk merantau serta ingin membawa
tuan putri mayang seludang. Oleh pihak raja dan permaisuri tidak merasa
keberatan bahkan memberi do’a restu atas keberangkatannya.
Pangeran salman dan istrinya mayang seludang berangkat ke
negeri peureulak dengan sebuah perahu kepunyaan negeri jeumpa. Kedatangan
pangeran dan istrinya di Negeri Peureulak diterima dengan sambutan baik sekali,
bukan saja oleh rakyat Peureulak bahkan juga oleh meurah Peureulak dan para
pembesar Negeri lainnya.
Bandar Peureulak yang ramai disinggahi kapal-kapal dagang
yang datang dari timur dan barat, dapat hati pangeran salman dan istrinya,
sehingga mereka mengambil keputusan untuk tinggal tetao di Bandar peureulak.
Setelah kehilangan meurah meurah peureulak, yang kebetulan tidak punya anak
laki-laki, maka orang patut-patut dari negeri peureulak bersepakat untuk
mengangakat pangeran salman menjadi sebagai meurah peureulak yang baru.
Tak kala pemerintahan berada dibawah pimpinan pangeran
salman, Negeri Peureulak bertambah maju dan para pedagang dari Persia bertambah
banyak datang untuk mengadu nasibnya di Bandar Peureulak yang kian hari kian
bertambah ramai. Kemudian pangeran salman yang telah menjadi meurah peureulak
mendapat 4 ( Empat ) orang putra dan seorang putrid dari istrinya putri mayang
seludang, yang masing’’ dinamakan yaitu :
1. Syahir Nuwi,
Yang Kemudian Mengganti Ayahnya Menjadi Meurah Peureulak.
2. Syahir
Tanwi ( Putri ) Yang Kemudian Memantau Ke Negeri Ibunya Ke Negeri Jeumpa ‘’Bireun’’ Dan diangkat menjadi meurah negeri
jeumpa menggantikan kakeknya yang telah meninggal.
3. Syahir
Poli, Yang Menrantau Ke Barat, Dan Di Tempat Tersebut Dia Diangkat Oleh Rakyat
Disitu Menjadi Meurah Negeri Samaidra ( Calei ) Pidie Sekarang.
4. Syahir
Duli, Yang Setelah Dewasanya Merantau Jauh Kebarat Paling Ujung, Dan Karena
Kecakapannya Maka disana diangkat oleh rakyat disana menjadi Meurah Purba.
Dapat kita maklumi bahwa semua negeri yang berada
disepanjang selat malaka telah berada dibawah pemerintahan Meurah-Meurah
keturunan dinasti Sassanid dari Persia di pihak ayah dan dinasti Meurah Jeumpa
di pihak ibu. Menurut pendapat para ahli bahwa ada keturunan ini yang disebut
‘’ KAUM IMUM PEUT “ ( Kaum Imam Empat ).
Menurut Penjelasan Prof. A. Hasyimy (
Bukan Kepada Saya ‘’ Rafiqi ‘’ ) Tapi Di sebuah Karangan Yang diterbitkan Oleh
Sekretaris Yayasan Monisa.
‘’ Perlu
Saya Jelaskan Bahwa Pada Zaman Dulu Rakyat Aceh Tebagi Dalam 4 ( Empat )
Kelompok Besar Yang Bernama Kaom, Yaitu :
1. Kaom
Imum Peut ( Kaum Imum Empat )
2. Kaom
Ja Betei ( Kaum Ja Batu )
3. Kaom
Tok Sandang ( Kaum Tok Sandang )
4. Kaom
Lhee Reutoh ( Kaum Tiga Ratus )
Dan dari keturunan imum peut inilah yang memegang peranan
memerintah aceh yaitu menjadi sulthan-sulthan kerajaan islam di aceh sejak dari
kerajaan Islam Di Peureulak, Kerajaan Isyap Takengon, Kerajaan Islam Pase,
Kerajaan Islam Tamiang, Kerajaan Islam Aceh Darussalam, Kerjaaan Islam Tumasik
Malaysia, Kerajaan Islam Mataram Dan Demak Selanjutnya Termasuk keturunan
Walisongo di jawa. Kemudian telah bercampur dengan beberapa kaum seperti
tersebut dia atas.
Keluarga
Dinasti Sassanid Memerintah Peureulak Sbb :
1. Periode
Pertama Dari Tahun 690 M s/d th. 840 M.
2. Periode
Kedua Diperintahi Oleh Keturunan Dinasti Sayed Maulana Dari th. 840 M s/d th.
998 M ( Selama 148 Tahun ).
3. Periode
Ketiga Diperintahi Kembali Oleh DInasti Sassanid Dari Tahun 998 M s/d th. 1292
M ( Selama 304 Tahun ).
UTUSAN DAULAH BANI ABBASIAH KE NEGERI
PEUREULAK
Disaat lahirnya negara islam di kota mekkah dengan
keangkatan Saidina Muhammad menjadi rasul dari tanggal 17 Ramadhan Tahun 40
dari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Atau 6 Agustus 610 M, Memerintah sampai
dengan tanggal 8 Juli 623 M. atau tahun ke 11 Hijriah. Dan islam sudah mulai
berkembang keluar daerah Negeri arab yang dibawa oleh pedagang-pedagang arab.
Kemudian daulah islamiayah dilanjutkan oleh khalafurrasidin Yaitu :
1. ABU BAKAR
SIDDIK ( 11 – 13 H = 632 – 634 M
)
2. UMAR BIN
KHATAB ( 13 – 23 H = 634 – 644 M
)
3. USMAN BIN
AFFAN ( 23 – 35 H = 644 – 656 M
)
4. ALI BIN ABI
THALIB ( 35 – 40 H = 656 – 661 M )
Disaat Pemerintah Khalifah Umar Bin Khatab Negeri Persia di
islamkan, maka pedagang-pedagang Persia yang sudah memeluk agama islam
mengadakan kontak dengan orang-orang Persia yang berada di negeri Cina, India
Dan Asia Timur Jauh, Kemudian Dilanjutkan oleh khalifah ke 3 ( tiga ) Usman Bin
Affan Dan diteruskan oleh khalifah yang ke 4 ( empat ) Ali Bin Abi Thalib.
Ajaran Islam Sudah Menaklukkan Negara besar romawi dan
Persia dengan demikian peranan pedagang Arab, Persia Dan India, Muslim telah
lebih berperan dalam da’wah Islamiyah.
Kemudia Daulah Islamiah Digantikan Oleh Daulah Bani Umaiyah
yang memegang pemarintahan sejak tahun 40 – 132 H = 660 – 750 M. juga telah
melancarkan da’wah Islamiyah Keluar jazirah arab dengan mengirimkan
utusan-utusan da’wah secara resmi.
Pada saat itu masyarakan peureulak telah banyak yang memeluk
Islam, karena di peureulak kurang pengaruh agama budha dan hindu, jadi tidak
menjadi satu hal bagi pedagang-pedagang Arab, Persia Dan India Muslim untuk
menyebarkan ajaran islam secara terang-terangan.
Selanjutnya Daulah Islamiyah di negeri Arab beralih kepada
Daulah Bani Abbasiah yang memerintah tahun 132 – 656 H = 749 – 1258 M. Disaat
pemerintahan Daulah Islamiyah keluar jazirah arab tambah meningkat. Dan
masyarakat peureulak besrta rajanya telah memeluk Islam secara resmi. Kemudian
raja Syahir Nuwi memohon kepada pedagang arab yang berada di peureulak supaya
menyampaikan salam pesan kepada khalifah Islam di bagdad bahwa kerajaan
peureulak rakyat serta rajanya telah memeluk agama Islam. Agar ke negeri
peureulak khalifah Harun Nursyid berkenaan mengirim ulama-ulama Islam untuk
menjadi guru bagi masyarakat peureulak yang baru memeluk agama Islam.
Pesan Maharaja Negeri Peureulak disampaikan oleh pedagang
Arab kepada khalifah Hatunnurrasyid di bagdad dan beliau menyambut baik dan
sangat gembira. Kemudian disiapkan suatu ARMADA DA”WAH yang dilengkapai oleh
berbagai ahli dalam ilmu pengetahuan yang berjumlah 100 orang. Diantara
rombongan tersebut ikut salah seorang putra Arab Quraisy Keturunan langsung
dari khalifah Ali Bin Abi Thalib yang bernama Sayed Ali Al- Muktabar Bin
Saidina Muhammad Al- Baqir Ali Muhammad Zainal Abidin Husaini Bin Saidina Ali
Bin Abi Thalib.
Armada da’wah ini yang diberi nama NAHKODA KHALIFAH Mendarat
di peureulak tahun 173 H = 790 M . Yaitu abad ke 2 H atau abad ke 8 M. sebab
dinamkan nahkoda khalifah karena yang menjadi kapiten ( pengemudi ) kapal
adalah dari Khalifah Sendiri yaitu khalifah Al- Makmum Bin Harunnurrsayidin.
PEUREULAK DIBAWAH DINASTI ‘’ SAYED MAULANA ABDUL AZIZ SYAH
‘’
Setelah Peristiwa nahkoda khalifah mendarat di Bandar
peureulak Aceh Timur, Kemudian Sayed Ali Al- Muktabar Menikah dengan putri
Makhdum Tansyuri dari Istana Kemaharajaan Peureuulak, Yang dari perkawinan ini
lahir lah seorang putra bernama Sayed Maulana Abdul Aziz Syah yang nantinya
menjadi Dinasti Memerintah Negeri
Peureulak.
Kemudian kurang lebih 50 puluh tahun nahkoda khalifah
menanamkan bibit ajaran Islam kepada masyarakat peureulak dan telah bersemi
dengan kuat serta mendasar, maka sudah tiba lah lahir sebuah kerajaan Islam,
Setalah bermusyawarah secara mendalam serta melibatkan tokok-tokoh ulama,
cerdik pandai dan maharaja negeri peureulak sepakatlah mereka akan segara
memploklamirkan berdirinya suatu kerajaan Islam, sesudah matang persiapan yang
diperlukan maka tepat pada tanggal :
‘’ 1 Muharram Tahun 225 H = 840 M Tepatnya hari selasa
Diproklamirkan bahwa sudah berdirinya kerajaan Islam Peureulak dengan
dinobatkan menjadi Sulthan Pertama Yaitu
:
‘’ SAYED MAULANA ABDUL AZIZ SYAH ‘’.
Dengan ibukotanya dirubah nama dari Bandar peureulak menjadi
Bandar khalifah, sekaligus kepada khalifah di bagdad. Selanjutnya terus menerus
beberapa dari Dinasti Sayed Maulana Abdul Aziz Sayah Memerintah Peureulak.
LATAR
BELAKANG LAHIRNYA MONISA
Sesudah Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya
tanggal 17 Agustus 1945 yang di sah kan tanggal 18 Agustus 1945 Dan sebagai
falsafah Negara pancasila. Kemudian 4 bulan 17 hari setelah proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 3 januari 1956 lahirlah departemen agama republic
Indonesia guna bertugas untuk mengatur tentang keagamaan di Negara ini.
Salah satu tugas berat yang harus
diselesaikan oleh departemen agama adalah membetulkan kembali sejaah Islam di
Indonesia, yang selama penjajahan
belanda di Indonesia telah diselewengkan dari kenyataan dan kebenaran
sejarah Islam itu sendiri. Sehingga buku-buku sejarah Islam Indonesia yang
telah dikarang oleh Orientalis barat via penjajahan telah dimikili dan dihayati
oleh bangsa Indonesia kurang lebih 350 tahun lamanya.
Untuk mengembalikan kemurnian sejarah
islam sebagaimana di tulis oleh pengarang-pengarang Islam sendiri yang
menyatakan bahwa Islam telah masuk kenusantara ini sejak abad 1 H atau abad ke
7 H atau abad ke 13 M. jadi selisihnya kurang lebih 600 tahun 6 abad lamanya.
Dalam hal tersebut departemen agama
mencoba mengembalikan kebenaran sejarah Islam di Indonesia melalui seminar’’
sejarah Islam yang diserahi tugas kepada majelis ulama pusat dan daerah. Hal
tersebut mulai dijejaki pada tahun 1963 diadakan lah seminar masuk dan
berkembangnya Islam di Nusantara Yang di adakan di medan Sumatra utara.
Kemudian dilanjutkan tahun 1978 Di
banda Aceh, untuk mengambil suatu kesimpulan pada tahun 1980 diadakan seminar
Islam Di rantau kuala simpang Aceh Timur, yang diikuti oleh pakar’’ sejarah
dari Malaysia, Pakistan, India, Australia, Prancis dan seluruh ahli’’ sejarah
di tanah air. Antara lain dalam keputusan tersebut tecantumlah pembangunan
MONISA ( Monomen Islam Asia Tenggara ).
Mohon Maaf Bila Ada Kekukarangan
Serta Mengenai Dok Tidak Lengkap, Dan Sisilah Kepemerintahan Tidak Tercantum ..
!!
‘BEK TUWOE NEUBACA BEUH ..
‘Semoga Bermanfaat ..
‘Good Luck .. !!
‘Rafiqi flora ,.
Sabtu, 28 Juli 2012
1. Masjid Baiturrahim Tualang Peureulak
ACEH TIMUR, Transparan- Ukiran kaligrafi arab berwarna kuning keemasan begitu jelas terlihat pada resplang, ketika memasuki komplek Mesjid Baiturrahim Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
Masjid yang dibangun pada tahun 13 H oleh Teuku Chik Muhammad Ali atau Teuku Chik Raja Muda yang lebih dikenal dengan nama Teuku Chik Krueng Baro ini adalah seorang Ulee Balang dikawasan Peureulak, anak dari Tok Po Kalam yang mula – mula membuka wilayah Tualang dan dinobatkan sebagai Raja daerah itu. Papar, T. Ali Basyah (77) salah seorang keturunan Teuku Chik, kepada Transparan, Kamis(20/8)
Bangunan mesjid memang telah direnovasi beberapa kali oleh pihak keluarga dan masyarakat sekitar. Seiring dengan per-kembangan zaman dan usangnya atap serta tiang dan dinding yang terbuat dari kayu. Namun, arsitektur masih tetap terpelihara seperti sedia kala. Sekarang telah dibangun menara dan tempat parkir serta bagian depan masjid telah dilakukan penambahan bangunan. Hal ini dilakukan agar dapat menampung lebih banyak jama’ah lagi, terlebih pada saat shalat tarawih pada bulan Ramadhan, ujar T.Ali.
Didepan pintu masuk masjid terdapat sebuah papan pengumuman bertulisan Arab gundul yang artinya “Masjid ini didirikan pada tahun 13 H oleh Teuku Chik Muhammad Ali atau Teuku Chik Krueng Baroe, bagi musafir yang datang ke masjid ini nafkahnya ditanggung,” lebih lanjut T. Ali Basyah menjelaskan, bahwa setiap selesai shalat Jum’at pada masa kepemimpinan Ulee Balang, maka seluruh jama’ah yang berdatangan dari Alue Nireh, Sungai Raya dan daerah lainnya sebelum pulang disediakan makan siang di Istana dan diberikan sedikit uang transportasi.
Didalam masjid terdapat mimbar khutbah yang berukir kaligrafi berwarna kuning keemasan, ukiran ini berasal dari Penang, Malaysia. Pada sisi kanan mimbar menjelaskan tentang tata cara dan syarat shalat Jum’at sedangkan pada sisi kiri menjelaskan tentang doa setelah adzan berkumandang. Pertama sekali yang menjadi Imam di masjid ini adalah Tgk. Abdullah Tungkop selama lebih kurang 10 tahun.
Dengan luas sekitar 2 hektar, komplek masjid ini terdapat makam para ulee balang beserta keluarganya. Disisi kanan masjid terdapat komplek ma-kam Teuku Chik Krueng Baroe, sedangkan dibelakang masjid terdapat makam Teuku Chik Abu Bakar Muda Peusangan, Ayah dari Teuku Chik Muhammad Thaeb, Ulee Balang Peureulak yang terakhir dan juga ayahanda dari Teuku Abdul Hadi Thaeb mantan Gubernur Aceh.
Pada saat ini sangat sedikit masyarakat mengetahui tentang literature masjid-masjid tua di Aceh. Hal ini juga dipengaruhi oleh sangat sedikitnya sejarah masjid yang ditulis, sehingga untuk menyampaikan informasi ini kepada masyarakat sulit sekali mendapat sumber sebagai referensi.
Sumber :
Langganan:
Postingan (Atom)